Standar kecantikan terus berkembang seiring berjalannya waktu, mulai dari beauty 1.0 dimana definisi kecantikan dilihat dari sudut pandang dokter dengan sistem golden ratio, lalu era beauty 2.0 dimana standar kecantikan berubah sesuai dengan keinginan seseorang, lanjut ke era 3.0 dimana kecantikan harus dapat bermanfaat untuk kehidupan sosial serta kepercayaan diri seseorang. Kini, seiring berjalannya waktu teknologi juga mempengaruhi standar kecantikan. Media sosial seperti instagram, twitter dan facebook megubah definisi cantik yang sebenarnya, kini standar kecantikan di lihat dari sudut pandang netizen.
Dimana komentar atau opini netizen menjadi hal yang penting untuk dianggap sebagai acuan seseorang untuk menjadi cantik. Selain itu, banyaknya orang yang memamerkan kecantikannya di media sosial banyak membuat orang lain membandingkan dirinya dengan orang – orang tersebut, sehingga banyak orang yang merasa tidak puas dengan dirinya sendiri. Dilansir dari cnnindonesia.com seorang ahli kecantikan Dr. Lanny Juniarty menyebutkan banyak pasien yang datang dan mengungkapkan dirinya ingin cantik seperti perempuan yang mereka lihat di media sosial.
Di era digitalisasi seperti sekarang ini media sosial bukan hanya bermanfaat sebagai alat komunikasi atau social network namun media juga memunculkan social beauty. Banyak orang yang ingin eksis di media sosial dengan tuntutan dari netizen untuk menjadi menarik dengan penampilan yang cantik, wajah yang mulus, kulit yang kinclong, serta badan yang kurus. Namun satu hal yang perlu digaris bawahi, banyaknya komentar netizen akan tampilan fisik seseorang dapat menyebabkan ketidakpuasan pada diri seseorang. Standar yang ambigu dan banyaknya opini netizen dapat berpotensi menyebabkan seseorang tidak akan pernah puas akan tampilan fisiknya.
Dilansir dari cnnindonesia.com, lebih lanjut lagi Dr. Lanny mengungkapkan bahwa hal ini dapat menjadi permasalahan serius karena dapat menyebabkan gangguan mental, dimana penderitanya akan merasa tidak percaya diri atau malu bahkan merasa cemas dengan kekurangan yang dimilikinya. Hal ini juga disebut dengan dismorfik tubuh, karena ketidakpuasannya seseorang akan terus menerus melakukan perubahaan pada tubuhnya.
Kenyataanya, opini atau tuntutan netizen di media sosial sering kali tidak sesuai dengan keadaan yang ada pada kehidupan asli. Banyak orang yang menuntut orang lain untuk memiliki kulit yang putih, komentar – komentar seperti “kamu pasti cantik kalau kulitnya putih”, “kamu item banget sih, emang gak pernah perawatan ya?” sering kali ditemukan di media sosial, hal ini berbanding terbalik dengan fakta yang ada bahwa kenyataannya di Indonesia sendiri mayoritas orang Indonesia memiliki kulit sawo matang.
Tentunya fenomena ini harus disikapi dengan bijak oleh masing – masing individu, kamu tidak harus selalu berpatokan pada standar kecantikan yang ditentukan oleh netizen. Hal yang paling penting adalah kamu bahagia dan merasa percaya diri dengan apa yang kamu miliki.
Comments