Kematian seorang pria kulit hitam, Geogre Floyd di Amerika menimbulkan aksi unjuk rasa anti rasisme di berbagai kota di Amerika hingga di Negara lain. Dilansir dari tirto.id, unjuk rasa pertama yakni di Minneapolis terjadi tepat sehari setelah kematian George Floyd, lalu melebar ke kota lain seperti New York, Washington DC, Atlanta, Detroit, dan kota – kota lain. Tak hanya Amerika, unjuk rasa serupa juga terjadi di Negara lain seperti Inggris, Brazil, Canada, dll. Unjuk rasa ini dilakukan sebagai bentuk protes ketidak adilan atas meninggalnya seorang pria berkulit hitam, George Floyd akibat kebrutalan polisi Minnesota.
George Floyd tewas akibat lehernya ditindih oleh seorang polisi Minnesota, Derek Chauvin selama hampir sembilan menit. Aksi ini menimbulkan kecaman masyarakat dan tokoh dunia, pasalnya Chauvin tetap menindih leher Floyd bahkan setelah Floyd mengatakan “Aku tak bisa bernapas”. Karena kejadian itu Derek Chauvin dipecat dari kepolisian Minneapolis serta dijerat dengan tiga pasal anatara lain adalah pembunuhan tingkat tiga, pembunuhan tingkat dua dan pembunuhan tak berencana tingkat dua. Sebelumnya, diketahui George Floyd ditangkap atas tuduhan penggunaan uang palsu ketika ia membeli rokok.
Kasus ini sangat kental akan isu rasisme dan colorism yang sering terjadi di Amerika. Atas kejadian ini muncul aksi solidaritas, tidak hanya aksi unjuk rasa namun juga ramai tagar #BlackLivesMatter di sosial media. Tagar ini awalnya muncul pada tahun 2013 ketika pelaku pembunuhan remaja berkulit hitam bernama Trayvon Martin bebas dari tuduhan yang ada, tagar itu muncul sebagai dukungan kepada Trayvon Martin. Setelah kejadian tersebut, tagar #BlackLivesMatter terus menggema di media sosial atas berbagai kasus ketidak adilan yang diterima oleh masyarakat kulit hitam.
Amerika memiliki sejarah panjang pada isu rasisme dan colorism, isu ini diawali dengan perbudakan. Orang – orang dengan kulit gelap akan diperbudak dengan cara bekerja keras diluar ruangan, tak hanya itu pada zaman itu perempuan yang berkulit gelap juga sering dipaksa untuk melakukan hubungan seksual. Bahkan pada abad ke-20 terjadi pemberlakuan hukuman mati tanpa pengadilan terhadap orang berkulit gelap.
Isu tersebut berlanjut hingga saat ini, berbagai kekerasan dan perlakuan ketidak adilan terus terjadi terhadap masyarakat kulit hitam. Bahkan, pada masa pandemi ini orang = orang dengan kulit hitam lebih banyak mengalami kerugian dibandingkan orang = orang berkulit putih. Riset yang dilakukan oleh The Economic Policy Institute, mencatat bahwa selama masa pandemi corona, angka pengangguran terbanyak muncul dari masyarakat berkulit gelap yakni sebesar 16,8% sedangkan kulit putih sebesar 14,2%. Dalam penelitian titu juga disebutkan bahwa lebih dari satu orang di antara enam pekerja kulit hitam di AS kehilangan pekerjaan mereka.
Hal – hal tersebut merupakan sebagian contoh kasus akan isu rasisme dan colorism yang ada di Amerika. Permasalahan ini merupakan kasus kemanusiaan yang sangat serius, di sisi lain banyak masyarakat yang perduli terhadap permasalahan ini, hal ini membuktikan bahwa masih ada kesempatan untuk kita menghapuskan isu colorism di dunia. #BlackLivesMatter #OurLivesMatter #ShowUsYourColors.
Comments